Sejatine Urip Mung Ngampung Dolan

Responsive Ads Here

Thursday, November 9, 2017

Memaknai Pernikahan yang Bahagia

Kesenian Janger - Banyuwangi
Selamat pagi pembaca setia, tulisan ini adalah tulisan perdana di Bulan November, setelah beberapa minggu off menulis. Kali ini saya akan menulis tentang pernikahan yang bahagia, pas sekali momennya dengan Jokowi Mantu.

Mendapat inspirasi dari secangkir kopi, yang tiba-tiba membawa saya pada kenangan masa kecil, ketika duduk di dapur nenek menemaninya menumbuk kopi dengan alu besi, untuk mendapatkan kopi yang nikmat teruntuk kakek saya seorang... duhh romantis pagi dimulai he he he.

Saya merenung betapa mudahnya manusia jaman sekarang, semuanya bisa didapatkan dengan cepat dan mudah, tinggal klik klik bayar dan 2 - 3 hari kemudian paket atau barang yang kita mau sudah ada di hadapan mata. 

Sedangkan dulu, jaman kakek nenek saya untuk menikmati secangkir kopi prosesnya begitu panjang. Mulai dari membeli biji kopi, mencuci bersih, menunggu hingga airnya atus, menyangrai di atas tungku kayu bakar, dan masih harus duduk bersabar di depan tungku api yang panas, sampai kopi berubah warna.


Prosesnya belum selesai sampai ditahap penyangraian, nenek masih harus menuggu kopi agak dingin kemudian menumbuknya pada lumpang besi. Masih jelas teringat pada telinga saya, bagaimana nada tumbukan alu yang bertaut dengan kopi dibumbui aroma khas kopi yang semerbak wangi menghiasi pawon nenek. 

Ahh .. betapa romantisnya rumah tangga kakek nenek saya, seisi rumah seolah menjadi bagian yang menambah kemesraan kehidupan mereka. Suara alu besi yang bergantian menumbuk sisi kanan dan kiri lumpangnya ketika menghaluskan biji kopi, seperti musik klasik yang mengiringi getaran cinta mereka, dan mungkin getaran itu tak pernah diungkapkan dengan kata-kata.

Secangkir kopi yang disuguhkan sudah mewakili bahasa cinta dari nenek, sedangkan ampas kopi yang tersisa pada cangkir adalah ungkapan terima kasih dan cinta kakek kepada istrinya. 

Nenek saya bukan orang yang anggun seperti putri Solo, beliau sangat sigap dan terampil mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga tanpa bantuan batur atau asisten rumah tangga. Bahkan nenek saya tergolong nini-nini yang super cerewet, salah sedikit mengiris bawang omelannya bisa pecah seantero dapur hingga sumur.

Kisah Cinta Pasar Pagi
Namun kakek saya adalah orang yang lebih memilih tersenyum dan terkekeh ketika nenek saya mulai mengomel, sambil sibuk memasrah kayu untuk dijadikan perkakas kemudian diselipkan di dapur nenek sebagai hadiah cinta untuk meredakan omelannya.


Apakah Arti Sebuah Pernikahan?

Pernikahan adalah sebuah pilihan hidup, dan sekali lagi bukan hanya karena ingin, menyempurnakan separuh agama saja, apalagi hanya untuk menyudahi "status nona menjadi nyonya", tapi pernikahan adalah menjalani kehidupan bersama untuk bahagia hingga nirwana.

Lalu bagaimanakah pernikahan yang bahagia? Kebanyakan orang dan mungkin juga saya, hanya memikirkan indahnya tahapan pesta pernikahan apalagi jika "konsep pesta" yang kita impikan bisa terwujud sempurna.

Tapi kita lupa memikirkan kehidupan pasca pesta pernikahan, yang jauh lebih panjang dan butuh banyak ilmu untuk melakoni setiap tahapannya hingga hari tua. Konsep impian kehidupan pernikahan, yang sering kita lihat pada sinetron maupun film tentang cinta, seolah menjadi "bekal ilmu" yang kita anggap sudah mumpuni untuk menciptakan pernikahan yang bahagia.

Akhirnya, kita lebih sering menggerutu dan mengeluh melihat kehidupan rumah tangga kita, kok tidak sama dengan "konsep pernikahan" pada sinetron atau film tersebut. Sehingga dengan entengnya berkata .. "hidupku penuh drama"!



Kebahagian diawal pernikahan pelan-pelan memudar, cinta pun mulai berkurang seiring bertambahnya kebutuhan ekonomi rumah tangga yang tak tercukupi. Semuanya serba rumit karena "cita-cita bahagia" di otak kita, tidak sejalan dengan kenyataan kehidupan.

Ditambah lagi foto-foto mesra rumah tangga orang lain yang dipajang di sosial media, membuat hati semakin galau lalu mulai berfikir ..duhh beruntungnya dia dapat suami / istri seperti itu.. dan merasa kehidupan kita yang  paling malang serta teraniaya.

Ketika Rumput Tetangga Lebih Hijau ...

Menulis bagian ini membuat saya menertawakan dunia dan bahkan diri saya sendiri, betapa naif-nya kita yang mudah terpesona oleh "konsep bahagia" ciptaan dunia. 

Mobil mewah, penghasilan tinggi, berpenampilan parlente, rumah gedong, anak-anak yang juara di berbagai bidang pendidikan, istri yang rajin arisan sosialita dengan perhiasan menumpuk ditubuhnya, up-date status pada semua medsos, hingga koleksi foto liburan keluarga yang sengaja disebar di dunia maya!

Ahh betapa susahnya hidup jaman sekarang! untuk mencapai kebahagiaan harus membayar mahal hingga menghabiskan ribuan waktu hanya untuk sesuatu yang katanya menjadi "sumber kebahagiaan" .. padahal hanyalah "sumber penderitaan".

Coba kita lihat pasangan Anniesa Hasibuan-Andika Surachman, yang sekarang meringkuk di penjara. Dulu mereka sibuk posting di berbagai media sosial, pamer kebahagiaan foto segala aktifitas dan kemesraannya pada dunia, dan mungkin juga saya masih seperti itu .. duhh Gusti ampuni aku.

Kita merasa bahagia ketika sudah posting di medsos dan banyak mendapat "pujian" juga likes dari followers. Lalu dimana letak bahagia sesungguhnya? 
Apakah ketika momen bersama pasangan atau ketika foto itu dipuja?? manakah yang dimaksud dengan kebahagiaan hakiki


Bandingkan dengan cerita kakek nenek saya, atau mungkin juga kakek-nenek anda. Kehidupan yang sederhana namun mereka bisa menikmati bahagia yang sejati. Bahagia yang mereka ciptakan sendiri, tanpa ada intervensi, tanpa perlu melukai tetangga kanan kiri dengan pamer kemesraan maupun kekayaan.

Bukan berarti anda tidak boleh kaya, tidak boleh berdarma wisata, tidak boleh menikmati hidup, tapi coba kita sama-sama merenung, apakah kita benar-benar menikmati hidup? apakah kita benar-benar bahagia dengan kehidupan yang sedang kita jalani?

Bagi saya bahagia itu tidak pernah sederhana, meski caranya mungkin sederhana. Bahagia itu masalah hati, bagaimana mungkin kita bisa memahami bahagia yang sejati jika hati kita masih penuh dengan iri dan dengki.

Butuh proses panjang dan ilmu yang luas serta hati yang ikhlas, agar kita bisa memahami makna sejati dari sebuah kebahagiaan. Dan pernikahan adalah "meja belajar" yang sangat panjang untuk terus mengais ilmu demi mengarungi kehidupan hingga bertemu dengan kebahagiaan yang sejati.

Saya bukan orang yang tepat untuk berbicara tentang arti pernikahan yang bahagia, karena belum genap 2 tahun saya menikah. Masih terlalu cethek untuk berbicara "ilmu hidup" kepada anda disini.

Tetapi ada sebuah pesan dari seorang perempuan, yang saya temui beberapa minggu lalu ketika mengantarnya berwisata keliling Surabaya. Seorang CEO sebuah perusahaan besar di Manila, namanya Mrs. Shirley Bangayan.


Umurnya sudah 79 tahun dan suaminya 87 tahun tapi beliau masih terlihat segar dan bersemangat. Banyak ilmu yang saya dapat dari beliau dalam pertemuan singkat itu,  salah satunya tentang pernikahan.

Sebelum berpisah, beliau berdiri khusus di tangga lobby hotel untuk memberikan petuah pernikahan kepada saya, yang membuat suasana jadi haru. Momen 5 menit kala itu, begitu berharga, dan pesannya benar-benar menancap di benak.

Beliau berpesan: 

"Ericka .. sebuah pernikahan yang bahagia itu adalah pernikahan yang menjalani manis getirnya kehidupan bersama-sama. Marriage is about "change" or "accept" it. 

Ketika kamu bisa merubah sesuatu menjadi kebaikan dalam rumah tanggamu, maka rubahlah, dan ketika kamu tidak bisa merubahnya, maka terimalah dengan lapang dada"

Pesannya singkat padat dan sangat menghujam! sepanjang perjalanan pulang selepas tugas menjadi guide hari itu, membuat saya benar-benar merenungkan ucapannya. Memikirkan berulang kali, mengulang kata-katanya dalam gumam, dan bertanya pada diri apakah konsep tentang pernikahan di kepala saya sudah benar?!

Hingga pagi ini saya masih merenung dan terus belajar tentang arti pernikahan yang bahagia. Ampas kopi yang tersisa pada gelas, menjadi bukti bahwa memaknai bahagia itu tidak pernah sederhana, butuh ribuan kitab bahkan bermacam ilmu agar kita lebih paham tentang kesejatian hidup.
Sendratari Janger dari Banyuwangi

Tidak ada pernikahan yang sempurna seperti dalam cerita sinetron maupun difilm-film tentang cinta, tapi kesempurnaan kehidupan dalam rumah tangga dan kebahagiaan sebuah pernikahan bisa terwujud jika kita sendiri yang terus belajar mengurainya tanpa henti.

Kebahagiaan yang seperti apa yang kita inginkan? apakah merujuk pada kisah drama televisi, ataukah kebahagiaan yang benar-benar hadir dari hati yang suci? 

Selamat mengarungi kehidupan! 💓😉








8 comments:

  1. menarik untuk direnungkan dan dihayati sebagai sebuah literatur awal dalam mengerti 'jalan panjang' bernama rumah tangga

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah wahh senangnya dikunjungi penyair dan penulis :D terima kasih sudah mau membaca

      Delete
  2. Iya mbak, pernikahan yg sempurna mungkin ada di sinetron/ film.
    Pernikahan itu kadang ada pasang surutnya, tinggal masing2 pihak aja tarik ulur, jangan saling tarik apalagi saling ulur hehe.
    Saya dan suami msh 6 tahunan nikah, masih banyak belajar juga :D
    TFS

    ReplyDelete
    Replies
    1. sepakat mbak april :) wah terima kasih sudah mau berkunjung ya

      Delete
  3. Aku lgs mikir, sbnrnya aku bahagia ga yaa ama pernikahanku :) . Jujur terlalu bnyk beda antara aku dan suami. Cm krn sifat kita bertolak belakang dan dia lbh mengalah, jd mungkin bisa melengkapi aku yg lbh meledak ledak. Bener sih mba, utk semua perbedaan yg susah dirubah seperti mau kita, ya pilihannya 1, trima aja kalo ga pengin stress :p. Kalo ga bisa trima, ya pisah pilihan trakhir.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha mbak Fanny bisa aja, ya jangan sampai cerai dong mbak, dimohonkan doa dan diusahakan komunikasi yang lebih baik, apalagi kalau sudah ada anak, kan kasihan :) tp ya ga tau lagi kalau memang harus begitu

      Delete
  4. Memang betul sekali, mengingat dan mengamati kehidupan kakek dan nenek bisa dijadikan inspirasi hidup, bukan kehidupan yang ada di sinetron atau film.
    Karna-warni kehidupan rumah tangga kita siapa lagi yang akan menghiasinya kalo bukan kita sendiri sebagai pelaksanya.
    Artikelnya sangat mantappp...

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih mas tanto sudah berkunjung ke blog saya :) salam kenal ya

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung, sampaikan salam anda disini ya :)